Allah SWT menciptakan makhlukNya agar beribadah serta tunduk kepadaNya, Allah menciptakannya terdiri dari ruh dan jasad. Allah menurunkan untuk mereka hukum-hukum sayar’i, dan beban-beban ibadah yang bisa memelihara badan dan ruh mereka. Allah juga telah mengeluarkan untuk mereka makanan-makanan yang baik, agar kesehatan badan mereka tetap terjaga, Allah berfirman.
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada Allah kamu menyembah.” [Al-Baqarah : 172]
Maka makanan yang baik itu adalah makanan yang bermanfaat. Sedangkan sesuatu yang kotor dan najis adalah racun yang membunuh. Oleh karena itu, Allah menhalalkan untuk manusia makanan yang baik dan mengharamkan khaba’its (segala yang buruk). Allah berfirman.
“Dan Allah menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” [Al-A’raf : 157]
Dan ini termasuk di antara tujuan yang terbesar diutusnya Rasulullah.
Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling menginginkan kebaikan dan Rasul yang paling sayang kepada makhluk Allah -khususnya kepada ummatnya- sebagaimana Allah jelaskan tentang beliau, (dalam firmanNya).
“Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” [At-Taubah : 128]
Beliau tidak meninggalkan satu kebaikanpun, kecuali telah beliau tunjukkan kepada umatnya. Dan tidak membiarkan satu kejelekanpun, kecuali telah beliau peringatkan dan beliau larang.
Termasuk dalam masalah ini, yaitu anjuran beliau kepada umat ini dengan sesuatu yang bisa menjaga kesehatan mereka dan mencegah hal-hal yang bisa menimbulkan penyakit pada badan dan ruh. (Juga) larangan beliau dari setiap yang membahayakan dan menghindari mudarat sebelum terjadi. Inilah yang dinamakan dengan tibbun nabawi al-wiqa’i (tindakan Nabi yang bersifat preventif), yang banyak terdapat dalam Sunnah dan bahkan dianjurkan oleh Al-Qur’an. Kita dapat menyimpulkan, bahwa kaidah-kaidah menjaga kesehatan yang dijelaskan oleh Al-Qur’an dan Al-Hadits dapat dibagi menjadi tiga.
Pertama: Menjaga Kesehatan
Allah mengisyaratkan dalam firmanNya: ”Maka jika diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” [Al-Baqarah : 184]
Imam Ibnu Qayyim mengatakan: “Dalam ayat ini, Allah membolehkan berbuka bagi orang yang sakit, karena alasan sakitnya. Dan bagi orang yang bersafar karena berkumpulnya kesusahan-kesusahan yang akan menyebabkan lemahnya badan, sehingga Allah membolehkan orang yang bersafar untuk berbuka, untuk memelihara kekuatan mereka dari hal-hal yang bisa melemahkannya”.
Kedua: Menjaga Diri dari Hal-hal yang Membahayakan
Kaidah ini telah diisyaratkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firmanNya: “Dan jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan (safar) atau kembali dari tempat buang air atau kamu lelah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci).” [An-Nisa : 43]
Dalam ayat ini Allah membolehkan orang yang sakit untuk menggunakan debu yang suci dan tidak menggunakan air, demi menjaga badan dari hal-hal yang bisa membahayakan- nya. Di sini juga terdapat peringatan agar menjaga diri dari setiap hal yang membahayakan, baik dari dalam maupun dari luar.
Ketiga: Membuang Zat-zat yang Rusak
Sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah dalam firmanNya: “Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajib atasnya berfidyah, yaitu berpuasa, atau bersedekah atau berkorban.” [Al-Baqarah : 196]
Dalam ayat ini Allah membolehkan bagi orang yang sakit atau yang ada gangguan di kepalanya, seperti: kutu, atau rasa gatal, atau yang lainnya; maka boleh baginya memotong rambut walaupun dalam keadaan ihram, untuk menyingkirkan zat-zat yang menyebabkan penyakit di kepalanya
Bertolak dari sini juga, banyak hadits-hadits shahih yang penuh berisi wasiat agar berbekam. Bahkan ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mi’raj, beliau diperintahkan oleh para malaikat untuk berhijamah (berbekam) sebagaimana sabda beliau:
“Tidaklah aku melewati satu malaikat dari malaikat-malaikat kecuali mereka mengatakan: “Wahai Muhammad perintahkanlah umatmu untuk berbekam.” [Hadits Riwayat Ibnu Majah]
Rasulullah SAW juga bersabda:
“Apabila obat itu ada pada sesuatu, maka pada tiga hal: goresan orang yang berbekam, jilatan madu, dan kay (besi yang dipanaskan), dan aku dilarang dari kay.”
Jadi, menahan zat-zat yang rusak di dalam badan menjadi sebab utama timbulnya penyakit-penyakit ganas. Para dokter dan ulama menyebutkan –seperti Ibnul Qayyim dan yang lainnya- bahwa ada sepuluh hal, yang jika ditahan bisa menimbulkan penyakit ganas. Yaitu: darah apabila tekanannya naik, mani jika telah memuncak (tidak tersalurkan) [~Maksudnya yang sudah berkemampuan hendaklah segera menikah (-pent)~], air kencing, berak, kentut, muntah, bersin, mengantuk, lapar dan haus. Masing-masing dari sepuluh macam ini, apabila ditahan akan mengakibatkan penyakit sesuai dengan kadarnya.
[Diterjemahkan dari majalah Al-Ashalah, Edisi 31, Tahun VI, Ditulis Oleh Syaikh Muhammad bin Musa Alu Nashr, Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun VII/1424H/20004M, Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Sumber Artikel: http://www.almanhaj.or.id, Kategori Pengobatan Penyakit]
Komentar :
Post a Comment
Berikan Komentar Anda