Pada malam Jum’at, Masjid Al-Fatah kembali diserang. Kali ini mereka menyerang dari Jalan Baru - jalan ini terletak di depan masjid. Dengan memanfaatkan tiupan angin yang mengarah ke Masjid Al-Fatah, penyerangan dilakukan dengan membakar beberapa rumah di ujung selatan Jalan Baru. Mereka menggunakan anak panah yang menyala. Namun, ketika mereka menghujani rumah-rumah Muslim dengan ratusan anak panah berapi, panah-panah itu malah jatuh ke rumah-rumah Nasrani tetangganya. Tapi karena saat itu angin bertiup sangat kuat, rumah-rumah Muslim yang letaknya bersebelahan ikut terbakar.
Api merembet dengan cepat ke arah masjid. Tiupan angin kian mempercepat rembetan itu. Penduduk berhamburan keluar menyelamatkan diri ke Masjid Al-Fatah. Penduduk Muslim yang laki-laki bertempur di bawah kobaran api yang membubung tinggi, menahan gelombang serbuan kaum kafirin yang berusaha menerobos ke Masjid. Di Masjid, para pengungsi kembali panik. Kaum ibu berteriak histeris. Anak-anak menangis ketakutan. Hawa malam itu terasa sedemikian panas. Bercampur rasa kalut dan pasrah.
Melihat keadaan demikian, saya perintahkan semua wanita yang ada di dalam masjid mengenakan pakaian sholatnya. Saya komandokan mereka bertakbir mengagungkan nama Allah SWT. Allahu Akbar ! Allahu Akbar ! Allahu Akbar ! Gemuruh takbir kian lama kian kompak bergemuruh. Takbir yang diteriakkan oleh jiwa yang pasrah dan sungguh-sungguh mengharap pertolongan Allah membahana hingga ke luar masjid. Warga di Gang Diponegoro dan Batu Merah yang terletak di dekat Al-Fatah menangis saat mendengar takbir yang begitu memilukan. Kita bertakbir dari pukul 23.00 hingga 01.00 malam.
“Di malam yang penuh ketakutan itu, orang-orang yang berada di sekitar Masjid tiba-tiba dikejutkan oleh sebersit cahaya terang berwarna biru yang jatuh dari langit. Bola cahaya itu membelah kepekatan malam, meluncur tepat di atas Masjid Raya Al-Fatah. Entah apa sebabnya, tiba-tiba angin berbalik arah dan berhembus amat sangat kencang. Yang tadinya bertiup ke arah Masjid, kini berbalik seratus delapan puluh derajat menuju Gereja Silo. Seandainya angin masih tetap meniup ke arah Masjid, bukan tidak mungkin seluruh rumah Muslim akan habis. Tapi dengan ijin Allah SWT angin itu berbalik, dan akhirnya membakar Gereja Silo yang berjarak kurang lebih tiga ratus meter dari Al-Fatah”.
Curangnya Pemda Ambon, khususnya petugas pemadam kebakaran, mereka telah memarkir dua unit mobil pemadam kebakaran di samping Gereja Silo, namun tidak di Masjid Al-Fatah. Mereka memadamkan api yang menjilat Gereja Silo.
Kita di Masjid tetap mengumandangkan takbir. Itu membuat orang-orang kafir makin kalap. Mereka kian bengis menyerang kita. Seorang pengungsi berkata kepada saya, “Ustadz, hentikan takbir. Mereka makin kalap menyerang”. Takbir sejenak kita hentikan. Namun setelah berhenti, mereka tetap menyerang kita. Takbir akhirnya kita lanjutkan. Kita kembali menyusun pertahanan. Dengan takbir tersebut, kita memompa semangat jihad kawan-kawan. Mereka akhirnya bisa kita pukul mundur.
“Entah mengapa, seiring dengan terpukulnya pasukan kafir itu, angin kembali bertiup kencang menuju Gereja Silo. Api kembali membakar gereja itu”. Mobil-mobil pemadam kebakaran-pun berusaha keras memadamkan api kembali. Itu terjadi pada malam Jum’at, 22 Januari 1999. Kita tidak bakar gereja, mereka sendirilah yang membawa-bawa api.
Komentar :
Post a Comment
Berikan Komentar Anda