Di Vatikan, dialog Islam-Katolik pertama dalam sejarah juga berlangsung dari tanggal 4 - 6 November 2008. Dialog ini diikuti 25 tokoh dari kedua agama, termasuk Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. Din Syamsuddin dari Indonesia.
Adapun delegasi Katolik dipimpin langsung oleh Kardinal Jean-Louis Tauran, Presiden Poontificial Council for Interreligious Dialogue, Vatikan, dan sejumlah uskup agung, uskup dan cendekiawan Katolik dari berbagai negara.
Sementara itu delegasi Islam dipimpin oleh Mufti Bosnia Syaikh Mustafa Ceric diikuti sejumlah ulama dan cendekiawan Muslim dari beberapa negara diantaranya wakil Indonesia, Din Syamsuddin, di mana pada hari terakhir, delegasi Islam ini akan diterima Paus Benediktus XVI.
Mencari Kesamaan?
Forum dialog antara dua agama pertama ini akan membahas pandangan kedua agama tentang Tuhan dan masalah-masalah kemanusiaan, seperti cinta sesama manusia, harkat manusia dan keadilan, peran kedua umat beragama dalam menanggulangi semua masalah umat manusia.
Di Beirut Libanon, seperti yang disampaikan Deplu RI, akan digelar dialog antar-keyakinan bekerjasama dengan Dar El-Fatwa Libanon. inioara memandang penting dialog itu sebagai proses menuju sebuah keterbukaan dan tukar pengalaman dalam membina kerukunan umat beragama.
Delegasi RI yang dipimpin oleh Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik, Andri Hadi, beranggotakan Masykuri Abdillah (Ketua PBNU), Philip K. Widjaja (Sekjen Walubi), Richard Daulay (Sekjen PGI), Romo Benny Susetyo (Sekjen Komisi HAK KWI), Abdul Fatah Muchit (Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama, Departemen Agama, dan Raja Juli Antoni (Executive Director of Maarif Institute).
Sedangkan delegasi Lebanon yang dipimpin oleh Mohammad Sammak (Muslim Sunni) beranggotakan Khalil Karam, Fadi Fadel (Katholik Maronit), Mohammad Nokkari (Muslim Sunni), Syekh Hani Fahs (Muslim Syiah), Saoud Al Mawla (Muslim Syiah), Syekh Sami Abou Al-Mouna (Druze), dan Habib Badr (Protestant).
Arab Saudi Undang Israel Berdialog
Sementara itu pemerintahan Arab Saudi dikabarkan akan mengundang Israel guna menghadiri konferensi internasional untuk agama-agama yang digelar di New York. Dari pihak Israel sendiri, undangan tersebut akan diwakilkan kepada Menteri Luar Negeri Tsevi Levni, bahkan pihaknya menyebut sebagai "momen bersejarah yang tak dapat terlupakan."
Konferensi internasional untuk agama-agama digelar atas prakarsa Kerajaan Saudi Arabia dengan PBB, yang juga menjadi konferensi ketiga yang pernah digelar. Sebelumnya, Saudi Arabia juga menggelar konferensi yang sama di Mekkkah dan Madrid, Spanyol [baca: Dialog Kemungkaran].
Mengapa Bukan Berdebat?
Untuk kesekian kalinya, negeri kaum Muslim memperbodoh dan menyesatkan diri sendiri dengan mengadakan dialog dengan orang-orang kafir. Seperti biasa, tujuan dari dialog itu untuk mencari kesefahaman atau titik temu di antara agama-agama yang berbeda, khususnya agama samawi. Beberapa kalangan menyebutkan, kejahiliyahan menimpa di kalangan para pemimpin umat Islam dalam kasus ini pemimpin negara Arab sendiri, nampaknya telah makan tuan.
Terlalu banyak bukti yang menunjukkan bahwa betapa Barat mencoba untuk memerangkap umat Islam dengan konsep dialog yang mereka canangkan. "Keindahan" konsep ini telah memukau tidak sedikit dari kalangan pemimpin kaum Muslim. Dari ungkapan-ungkapan Barat dapat disimpulkan dialog antar agama ini bertujuan untuk:
- menyeru kesamaan dan kesetaraan antar agama dan perdaban, serta mengakui bahwa tidak ada agama atau peradaban yang lebih baik di atas yang lain.
- menerima keberadaan agama atau peradaban lain sebagaimana adanya, serta mengungkap konsep agama dan peradaban lain tanpa memberikan penilaian salah terhadapnya dengan tujuan agar saling memahami dan mengakui pihak lain tanpa batas atau syarat tertentu.
- interaksi bagi menciptakan satu peradaban alternatif yang unggul dengan mencari titik temu dan nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung di dalam setiap agama atau peradaban.
Konsep dialog antar agama dan peradaban ini adalah konsep yang lahir dari pemikiran kufur, karena hal tersebut merupakan seruan untuk "menyamakan" yang bathil dan yang haq, antara deen yang menyimpang dengan deen yang lurus, antara kekufuran dan keimanan, antara kesesatan (dhalalah) dan petunjuk (hidayah), antara agama yang telah dihapuskan dengan agama yang menghapuskan. Dengan kata lain, dialog antar agama ini merupakan upaya kuffar Barat untuk menyamakan antara agama kufur mereka dengan agama Islam.
Semestinya para pemimpin negeri Muslim itu berdebat untuk menunjukkan mana argumen yang kuat dan benar dan mana argumen yang lemah dan bathil, bukannya dialog yang diarahkan untuk mencampuradukkan yang hak (kebenaran) dengan yang bathil (salah).
"Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama [dengan mereka]. Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong [mu], hingga mereka berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan [pula] menjadi penolong," (TQS. An-Nisa [4]: 89)
Demikianlah kondisi kaum Muslim, saat kewibawaannya telah hilang, terutama setelah Khilafah berhasil dibubarkan. Alih-alih melakukan dakwah dan pembebasan atas negeri-negeri kaum Muslim, yang terjadi malah terseret agenda yang telah dirancang Barat untuk melemahkan umat Islam sendiri. Akhrinya kaum Muslim dapat dikendalikan sesuai dengan keinginan mereka. Sampai kapan, kewibawaan itu menghilang?[rofx/syb]
Komentar :
Post a Comment
Berikan Komentar Anda