Setelah terjadinya gempa di Padang dan Jambi, bersliweran pesan-pesan via SMS ataupun jejaring sosial facebook, bahkan juga di blog-blog dan situs, upaya pengaitan waktu terjadinya gempa dengan ayat-ayat al-Qur’an. Meskipun berbeda-beda redaksi, salah satu di antara pesan itu adalah sebagai berikut;
“KETAHUILAH…. Gempa di Padang terjadi pada pukul 17.16, coba lihat QS. 17.16.. Kemudian gempa susulan terjadi pada pukul 17.58, lihat QS. 17:58.. Gempa di Padang terjadi pada tanggal 30 bulan 9, lihat QS. 30:9..”
Marilah kita tilik, apakah isi ayat-ayat tersebut? Terjemahan surat al-Isra’ (17) ayat 16 adalah;
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (al-Isra’:16)
Sedangkan surat al-Isra’(17) :58; Tak ada suatu negeripun (yang durhaka penduduknya), melainkan kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. yang demikian itu Telah tertulis di dalam Kitab (Lauh mahfuzh).
Kemudian surat Ar-Ruum (30) ayat 9: “Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang yang sebelum mereka? Orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku dzalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku dzalim kepada diri sendiri.”
Tidak cukup sampai di sini, gempa jambi yang terjadi pada keesokan harinya pukul 08.52 juga dikaitkan dengan surat al-Anfal (8) ayat 52. Terjemahnya adalah;
“(keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutny a serta orang-orang yang sebelumnya. Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi amat keras siksaan-Nya.”
Ayat-ayat tersebut dikait-kaitkan dengan peristiwa yang terjadi saat itu, yakni pelantikan anggota DPR dan MPR, sebagai salah satu tahapan demokrasi, yang menghabiskan lebih dari 70 Milliar. Pelantikan yang menghabiskan dana sebesar itu dinilai sebagai sebuah pemborosan.
Situs eramuslim dot com menganalisa keterkaitan itu dengan mengatakan, “Gaya hidup bermewah-mewah seolah disimbolisasikan dengan acara pelantikan anggota DPR yang memang WAH. Kedurhakaan bisa jadi disimbolkan oleh tidak ditunaikannya amanah umat selama ini oleh para penguasa, namun juga tidak tertutup kemungkinan kedurhakaan kita sendiri yang masih banyak yang lalai dengan ayat-ayat Allah atau malah menjadikan agama Allah sekadar sebagai komoditas untuk meraih kehidupan duniawi dengan segala kelezatannya (yang sebenarnya menipu).
Sedangkan berkaitan dengan surat al-Anfal dikatakan, “percaya atau tidak, para pemimpin dunia sekarang ini yang tergabung dalam kelompok Globalis (mencita-citakan The New World Order) seperti Dinasti Bush, Dinasti Rotschild, Dinasti Rockefeller, Dinasti Windsor, dan para tokoh Luciferian lainnya yang tergabung dalam Bilderberg Group, Bohemian Groove, Freemasonry, Trilateral Commission (ada lima tokoh Indonesia sebagai anggotanya), sesungguhnya masih memiliki ikatan darah dengan Firaun Mesir.
Setelah itu situs itu menegaskan, “Nah, bukan rahasia lagi jika sekarang Indonesia berada di bawah cengkeraman kaum NeoLib. Kelompok ini satu kubu dengan IMF, World Bank, Trilateral Commission, Round Table, dan kelompok-kelompok elit dunia lainnya yang bekerja menciptakan The New World Order. Padahal jelas-jelas, kubu The New World Order memiliki garis darah dengan Firaun. Kelompok Globalis-Luciferian inilah yang mungkin dimaksudkan Allah Swt dalam QS. Al Anfaal ayat 52 di atas. Dan bagi pendukung pasangan ini, mungkin bisa disebut sebagai “…pengikut-pengikutnya.”
Menarik bukan pengaitan suatu peristiwa dengan ayat-ayat al-Qur’an? Ya, menarik, karena memang tradisi perdukunan di kalangan bangsa ini masih sangat kental.
Tetapi kita harus sadar bahwa penerapan ayat-ayat al-Qur’an dengan cara menarik waktu, hari, atau mungkin bilangan lain dari suatu peristiwa adalah bukan cara yang diajarkan oleh Islam. Cara-cara seperti itu adalah cara yang biasa dilakukan oleh para dukun untuk meramalkan nomor buntut yang akan keluar. Konon orang bilang nyonji. Maka bolehlah cara memahami al-Qur’an demikian kita sebut sebagai tafsir al-Qur’an dengan metode Nyonji. Apakah hasilnya benar?
Penafsiran al-Qur’an yang tidak melalui metodologi yang benar, jika hasilnya benar pun dianggap sebagai suatu kesalahan. Memahami al-Qur’an bukan hanya sekedar melihat hasil, tetapi juga harus melihat proses. Kesalahan proses berakibat pada ditolaknya penafsiran, meskipun hasilnya bisa benar. Demikianlah yang diajarkan oleh para ulama’ berdasarkan kepada hadis nabi;
مَنْ قَالَ فِى الْقُرْآنِ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Barangsiapa berkata tentang al-Qur’an tanpa dasar ilmu, maka hendaklah bersiap-siap menempati tempatnya di neraka (HR at-Tirmidzi)
Marilah kita lihat, apakah metode nyonji itu telah menghasilkan kesimpulan yang benar?
Kesan yang diperoleh dengan pencomotan al-Qur’an berdasarkan waktu-waktu terjadinya musibah itu maka muncul anggapan bahwa itu adalah suatu adzab yang ditimpakan oleh Allah kepada bangsa Indonesia. Bangsa ini layak mendapatkan adzab dari Allah karena pembesarnya hidup mewah serta ingkar kepada Allah.
Tetapi kalau dicermati sekali lagi ternyata kasusnya berbeda. Pada surat al-Isra’ ayat 16 itu dikatakan, ”Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya”. Padahal yang terjadi di Sumbar bukanlah kehancuran total sebagaimana yang terjadi pada kaum Nabi Luth.
Demikian juga, kedurhakaan penduduk negeri ini tidak bisa disetarakan dengan Fir’aun dan bala tentaranya. Andaikata benar bahwa para pentolan IMF masih memiliki darah yang bersambung sampai kepada Fir’aun sekalipun, anggapan bahwa bangsa ini telah menjadi antek Fir’aun adalah berlebihan.
Jika benar bahwa Allah telah menurunkan adzab kepada bangsa ini, maka konsekuensinya sangat jauh. Kaum muslimin dilarang mendatangi negeri yang diadzab oleh Allah sebagaimana sabda nabi saw.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْن عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُما أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا مَرَّ بِالْحِجْرِ قَالَ لَا تَدْخُلُوا مَسَاكِنَ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ إِلَّا أَنْ تَكُونُوا بَاكِينَ أَنْ يُصِيبَكُمْ مَا أَصَابَهُمْ ثُمَّ تَقَنَّعَ بِرِدَائِهِ وَهُوَ عَلَى الرَّحْلِ
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra bahwa ketika Rasulullah saw. melewati wilayah Hijir, beliau berkata, “Janganlah kalian memasuki wilayah orang-orang zhalim yang telah diadzab Allah kecuali kalian menangis karena takut tertimpa musibah seperti yang telah menimpa mereka.” Kemudian beliau menutupi wajah dengan selendang beliau sedang beliau tetap berada di atas kendaraan beliau, (HR Bukhari [3380] dan Muslim [2980]).
عَنْ عَبْد اللَّهِ بْن عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ أَنَّ النَّاسَ نَزَلُوا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْضَ ثَمُودَ الْحِجْرَ فَاسْتَقَوْا مِنْ بِئْرِهَا وَاعْتَجَنُوا بِهِ فَأَمَرَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُهَرِيقُوا مَا اسْتَقَوْا مِنْ بِئْرِهَا وَأَنْ يَعْلِفُوا الْإِبِلَ الْعَجِينَ وَأَمَرَهُمْ أَنْ يَسْتَقُوا مِنْ الْبِئْرِ الَّتِي كَانَتْ تَرِدُهَا النَّاقَةُ تَابَعَهُ أُسَامَةُ عَنْ نَافِعٍ
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra bahwasanya orang-orang singgah bersama Rasulullah saw. di Hijir, negeri kaum Tsamud. Mereka mengambil air dari sumur di sana dan menggunakannya untuk mengadon tepung. Rasulullah saw. memerintahkan mereka agar membuang air yang mereka ambil dari sumur di sana. Dan memerintahkan agar adonan tepung tadi diberikan kepada unta. Kemudian Rasulullah saw. memerintahkan mereka agar menggunakan air dari sumur yang disinggahi oleh unta-unta, (HR Bukhari [3379] dan Muslim [2981]).
Inti sari yang terkandung di dalam kedua hadis tersebut, di antaranya adalah;
1. Haram hukumnya menyinggahi negeri orang-orang yang mendapat adzab kecuali menangis karena takut tertimpa musibah yang telah menimpa mereka. Al-Baghawi menukil dalam Syarhus Sunnah (XIV/362) dari al-Khaththabi sebagai berikut, “Orang yang singgah di negeri kaum yang binasa karena ditenggelamkan atau diadzab bila tidak menangis karena kasihan terhadap mereka atau karena takut tertimpa adzab seperti yang telah menimpa mereka, maka ia akan menjadi orang yang keras hati dan kurang khusyu’. Bila seperti itu keadaannya, maka dikhawatirkan ia akan ditimpa musibah seperti yang telah menimpa mereka.”
2. Haram hukumnya memanfaatkan sesuatu pun dari airnya. Karena Rasulullah saw. memerintahkan para Sahabat untuk tidak meminum dari sumur-sumur di sana dan memberikan tepung adonan yang dibuat dengan air tersebut kepada unta-unta. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitab FathulBaari (VI/380), “Demi-kian pula sumur-sumur dan mata air milik orang-orang yang binasa dengan adzab Allah atas kekufuran mereka.”
3. Al-Baghawi berkata (XIV/362), “Hadits ini merupakan dalil bahwa negeri orang-orang yang mendapat adzab tidak boleh dijadikan sebagai tempat tinggal dan negeri. Karena tidak mungkin ia terus menerus menangis selamanya di situ. Sementara ia dilarang singgah di situ kecuali menangis.”
Berdasarkan pemahaman terhadap hadis, maka jika gampa bumi yang terjadi di Padang dan sekitarnya adalah adzab, maka kaum muslimin dilarang mendatangi ke daerah itu kecuali dalam keadaan menangis. Kemudian, dilarang menjadikan kota Padang sebagai tampat tinggal dan memanfaatkan hasil buminya.
Pertanyaannya, bagaimanaah kalau membantu penduduk itu? Bagaimana hukumnya memberikan sumbangan?
Jika pergi ke tempat itu dilarang, maka memberikan sumbangan tentunya juga terlarang. Nab Nuh saja dilarang membantu anaknya yang tenggelam karena terkena adzab. Allah berfirman, “Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: “Ya Tuhanku, Sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan Sesungguhnya janji Engkau Itulah yang benar. dan Engkau adalah hakim yang seadil-adilnya.” Allah berfirman: “Hai Nuh, Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), Sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.” (Hud:45-46)
Selain dari itu itu, persoalan apakah gempa padang itu adzab dari Allah atau bukan, tidak bisa dipastikan, sebab tidak ada ketetapan dari al-Qur’an maupun hadis. Keyakinan adzab atau bukannya bagi suatu negeri harus didasarkan kepada dalil yang sharih. Dan jika ada tanda-tanda yang sangat jelas boleh disangka saja. Tetapi dalam kasus padang ini, adanya sangkaan adzab pun masih diragukan, sebab Allah berfirman; “Dan tidaklah Allah menurunkan adzab atas mereka sedangkan engkau ada di tengah-tengah mereka. Juga Allah tidak akan mengadzab mereka sedangkan mereka meminta ampun kepada Allah” (Al-Anfal : 33). Tidak adakah orang yang memohon ampun kepada Allah di kota Padang? Sebejat-bejatnya suatu masyarakat kaum muslimin, pasti masih ada sejumlah orang yang memohon ampunan sehingga adzab Allah tidak turun.
(Coba Anda liat video tebing Roboh ketika gempa terjadi, terdengar masih ada orang yang momohon ampun kepada Allah-Komentar Tresna)
Memang kita layak untuk berintrospeksi, dan tidak selayaknya menghakimi bahwa peristiwa itu adalah adzab. Agar pemahaman ini adil dan benar, maka metode tafsir dan pengambilan ayat hendaklah tidak dengan mencomot berdasarkan angka-angka yang muncul dari suatu peristiwa.
[abah zacky]
Jika Anda masih mengaitkan waktu kejadian dengan ayat Al Quran,
maka berhentilah melakukan hal tersebut karena bukan begitu cara menafsirkan makna Al Quran
Komentar :
Post a Comment
Berikan Komentar Anda